Puisitepitingkap#6

Malaikat Yang Tersenyum

Malaikat itu tersenyum,

Titisan embun menitis kemalasan,
Dari pusara daunan hijau nan mekar,

Pagi yang dingin di bawah redupan awan,
Sang mentari melebarkan rambut segaknya,

Warga alam tampil meriang,
Menyambut sinar hari memendam gelita malam.

Malaikat itu terus tersenyum,

Si molek gedik memangil ibunya,
Dalam sangkar kebahagian,

Sang ibu pulang,
Menyuap santapan seharian kelaparan,

Putaran hari yang tenang,
Hingga malam menanti esok siang.

Malaikat itu masih tersenyum,

Deruan bingit aliran sungai,
Berlari tanpa duka mengusung kedamaian,

Sang ikan menari keriangan,
Menikmati indah keharmonian sebuah taman,

Siang dan malam seakan berpelukan,
Tiada mahu pisah berjauhan.

Namun...

Hari ini,

Malaikat itu,
Tiada lagi senyuman dibalik wajah sucinya,

Melihat sang makhluk berakal,
Rakus menelan jiwa indah dengan lahapnya,

Mengoyak cebisan-cebisan permai,
Dengan nasfu serakah yang meliar,

Melenyapkan suara ketelusan,
Diganti api menghangus abadi yang masih tersisa.

Malaikat itu menunduk kecewa,

Makhluk teristimewa menjadi terhina,
Dek kebobrokan mencari kepuasan,

Memusnahkan segala keindahan,
Dalam penjara sementara cuma.

Meniti harian yang penuh kekacauan,
Porak peranda mengisi sejagat alam raya,

Tapi...

Tuhan tahu apa perancangan,
Untuk cobaan abdi marhaen,

Perjalanan yang panjang ini pasti berpenghujung,
Kelak bertemu sinar yang tak sirna,

Agar dunia ini kembali merdeka,
Dan Malaikat itu tersenyum semula.

Sang hamba menukil kata bermadah bicara,
Apresiasi Kemerdekaan untuk sebuah Jiwa.

30 Ogos 2017,
Darrosah,
Cairo.

Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

Penunggang agama dan Pencarik agama : Sebuah Penilaian Semula

Dirgahayu NegaraKu

95 Hari