Biskut dan Kopi

Kau muncul tiba dan alpa, 

berkunjung dan pergi,

Bak Biskut, yang takut,

Kian makin hati terpaut.

Aku, Kopi.

Kurela dicecah api,

Luangkan masa, 

Berikan rasa, 

Agar kau tak selalu sunyi,

Sepi, 

Mengerti makna bahagia,

Dikeliling manusia yang sia-sia.

Kau hirup manisku, 

Kulembutkan kerasmu,

Keras lidahmu, keras lakumu,

Hingga tampak mengesan,

Menyemai benih ihsan,

Girang jiwa, 

Lihat kau manis juwa.

Hari gerak ganti hari,

Pahit si kopi,

Si biskut merembas,

Bilang kecewa tak bertepi,

Pahit kopiku mual,

Persis kopi remukkan raganya,

Hakis jiwanya. 

Aku akur, 

Nasi sudah jadi bubur,

Sanubari runtun,

Menanti embun,

Di hening pagi,

Tunggu bila kau akan kembali.

Sebelum aku mengalah,

Tak mungkin aku beralah,

Ku tapak gagah,

Mencari engkau,

Dalam igau,

Panjangkan langkah,

Walau tiada tahu dimana engkau,

Akhirnya,

Bertemu mata,

Berurai daya, 

Kaki lemah, wajahku merah,

Tubuhku gigil, 

Peluh jantanku mengalir,

Senyum kelat, lidahku pelat,

Di hadapanku bidari,

Suri berseri,

Matamu bundar, 

Keningmu bak sabit menyilau,

Pipi mulus bak sutera,

Bibirmu bak rekah delima,

Ku punduk tertunduk,

Malu,

Kerna kau terlalu indah.

Namun,

Lidahmu tidak selembut dahulu,

Kalam awalmu mengoyak dadaku,

Rasa indah bertukar parah,

Mulutku terkunci,

Ku fikir bubur kelak dijadikan nasi semula,

Namun itu hanya khayalan,

Aku kembali tertunduk,

Pulang dengan hati yang remuk.

Aku dah berputus asa,

Langsung tak diendah jasa, 

Ku pulang dengan hiba, 

Ke pangkuan keluarga, 

Yang lebih mengerti aku siapa.

Terima kasih sudi hadir dalam hidupku, 

Terima kasih atas segalanya. 

Deklamasi ini tulus dari kalbu, jika kelak kau membacanya, terus doakan aku.

Cik Kopi,

2/2/2020